Tidak lama lagi kita akan menghadapi perhelatan besar untuk memilih wakil-wakil kita yang akan memimpin negeri dan bangsa ini, sebuah keharusan sebagai warga Negara yang baik adalah turut menentukan arah dan nasib bangsa dengan mengikuti pemilihan umum.
Namun menjelang kegiatan itu, kita tidak jarang mendengar terjadi peristiwa yang menyakitkan dimana satu sama lain dari elemen bangsa ini, karena perbedaan pandangan dalam menentukan pilihan dan kebijakan, terjadi persengkataan yang berujung pada memutuskan tali persaudaraan antara sesama bangsa, bahkan sesama muslim.
Agama Islam sangat mengecam tindakan yang dapat memutuskan tali persaudaraan antar sesama, pilihan kita boleh berbeda, namun bukan berarti harus saling memusuhi dan berdiri berhadap-hadapan antara kawan dan musuh. Kita memiliki permasalahan bangsa yang sama, sudah seharusnya dengan permasalahan itu kita tetap memiliki tujuan yang sama, yaitu memajukan negeri, apapun pilihan dan kebijakan yang kita miliki.
Diakui, sikap dan perbuatan kita terkadang dapat menyakiti orang lain yang bisa saja berakibat terputusnya tali silaturahim, yaitu hubungan persaudaraan yang lebih besar. Di sinilah Islam menjembataninya dengan menjaga sikap silaturahmi. Silaturahmi adalah termasuk salah satu inti ajaran Islam.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan dari Abu Umamah ra disebutkan “Amr bin ‘Abasah as-Sulami bertanya kepada Rasululullah saw “Wahai Rasululullah, “Untuk apa Allah mengutus anda? Rasulullah saw menjawab: “Allah mengutusku untuk menjalin tali persaudaraan dengan silaturrahmi, menghancurkan berhala supaya bertauhid, dan tidak menyekutukanNya” (HR. Muslim no. 1927)
Menyambung tali kekerabatan dan persaudaraan serta menjaganya termasuk ketaatan yang besar dan agung dalam Islam, sementara memutuskannya termasuk dosa besar dan perbuatan yang layak mendapatkan siksa—baik di dunia maupun akhirat.
Allah swt berfirman:
وَ اتَّقُوا اللهَ الَّذي تَسائَلُونَ بِهِ وَ الْأَرْحامَ إِنَّ اللهَ كانَ عَلَيْكُمْ رَقيباً
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling bekerjasama satu sama lain, dan peliharalah hubungan persaudaraan dan silaturrahmi diantara kamu, sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi perbuatanmu” (QS. An-Nisa: 1)
Qadhi ‘Iyad, salah seorang ulama terkemuka Islam pernah berkata: “Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama, bahwasanya hukum menyambung tali persaudaraan dan menjaganya hukumnya adalah wajib (secara umum), sementara merusak hubungan persaudaran dengan memutuskan ikatan silaturahmi adalah dosa besar”.
Dalam hadis lain disebutkan:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِى جَارَهُ
"Dari Abu Hurairah ra ia berkata, Rasulullah saw pernah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menjaga persaudaraan dengan tidak menyakiti kerabatnya” (HR. Al-Bukhari no. 5787)
Hadis ini menunjukkan bahwa menjaga ikatan tali persaudaraan memiliki hubungan yang erat dengan keimanan dan ketauhidan, sehingga Allah swt menyatakan bahwa salah satu ciri orang yang beriman kepadaNya dan hari kiamat adalah tetap menjaga persaudaraan dengan tidak menyakiti orang lain.
Menjaga hubungan persaudaraan adalah suatu hal yang lebih besar nilainya, karena dengannya suatu bangsa akan tetap kuat dan bermartabat, bangsa yang senantiasa dalam perpecahan, akan menjadi bangsa yang lemah, hilang kekuatan dan marwahnya, serta menjadi sasaran musuh yang senantiasa mencari kelemahan untuk menghantamnya.
Ketika Rasulullah saw masih hidup, beliau sangat menekankan untuk menjaga ikatan persaudaraan yang lebih agung, walaupun diantara mereka terjadi silang pendapat dan perbedaan pandangan, namun beliau sangat berpesan jangan sampai perbedaan pendapat dan silang pendapat ini memutuskan ikatan tali silahturrahmi yang lebih besar.
Allah swt bahkan berfirman:
وَ أَطيعُوا اللهَ وَ رَسُولَهُ وَلا تَنازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَ تَذْهَبَ ريحُكُمْ وَ اصْبِرُوا إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu saling bersilang pendapat yang menyebabkan kamu menjadi lemah dan hilang kekuatan, dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Qs. Al-Anfal: 46).
Ayat ini menunjukkan terdapat sesuatu yang lebih besar yang mesti kita jaga bersama dari sekedar perbedaan pandangan dan pendapat dalam menentukan kebijakan, ayat ini sekaligus menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai tingkatan kepentingan untuk kemajuan bersama, jangan sampai perbedaan pendapat menghancurkan kepentingan bangsa yang lebih besar dengan kelemahan dan kehilangan kekuatan. Inilah pesan yang ingin disampaikan Allah swt kepada kita.
Allah swt bukan melarang kita untuk berbeda pendapat, karena perbedaan pendapat adalah rahmah dan fitrah sunnatullah, Allah swt berfirman:
ادْعُ إِلى سَبيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَ الْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَ جادِلْهُمْ بِالَّتي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبيلِهِ وَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan bersilang pendapatlah dengan mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Qs. An-Nahl: 125)
Ayat ini menjelaskan pebedaan pendapat adalah lumrah, namun yang paling utama adalah menyikapinya dengan cara yang paling baik, perbedaan pendapat dan pilihan itu diberikan kepada kita sebagai cobaan dan ujian untuk melihat kemampuan dan kualitas kita dalam memilih yang terbaik dari pilihan yang diberikan Allah.
Karena itu Allah swt memerintahkan kepada Rasulullah saw untuk memberitakan kabar gembira kepada orang yang menyikapi perbedaan dengan sikap yang paling baik melalui firmanNya:
فبشر عبادی ٱلَّذينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولٰئِكَ الَّذينَ هَداهُمُ اللهُ وَ أُولٰئِكَ هُمْ أُولُوا الْأَلْبابِ
“Sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Qs. Az-Zumar: 17-18)
Kita berharap, dengan mendalami sikap persaudaraan Islam, menjalin sikap silahturahmi sesama muslim dan menjaganya, apa pun perbedaan kita dalam menilai dan menentukan pilihan dalam PEMILU nanti, tetap dapat menyatukan hati kita sebagai bangsa yang sama-sama menginginkan kemajuan dan kebangkitan umat, khususnya Umat muslim Indonesia yang bermartabat.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar konstruktif dengan bahasa yang sopan dan bijak, terimakasih