sederhana |
Atas prinsip inilah, maka seorang muslim sejati merupakan seorang yang menjalankan kehidupan sederhana dalam kehidupannya. Merekalah yang akan menjadi saksi di dunia atas setiap penyelewengan, penindasan serta penyimpangan orang-orang yang tamak akan harta dan kehidupan mewah serta bermegah-megahan, mereka melakukan korupsi korupsi sehingga mengorbankan hak orang banyak serta menelantarkan masyarakat luas.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفينَ
“Janganlah kamu berlebih-lebihan, Sesungguhnya Allah Tidak menyukai orang-orang yang berlebihan” (QS. Al-an’am: 141)
Benar bahwa ayat-ayat yang menjelaskan tentang israf atau sifat-sifat tamak rakus, berlebih-lebihan dalam ayat ini bertujuan supaya manusia tidak berlebih-lebihan dalam memakan makanan dan minuman, namun jika kita melihat kalimat Israf yang digunakan dalam ayat yang lain disebutkan bahwa contoh manusia yang dimurkai Allah swt dalam catatan sejarah Al-Qur’an sebagai seorang yang rakus, tamak dan berlebih-lebih adalah Fir’aun, kita dapat melihat ayat Al-Qur’an menyebutkan:
وَ إِنَّ فِرْعَوْنَ لَعالٍ فِي الْأَرْضِ وَ إِنَّهُ لَمِنَ الْمُسْرِفينَ
"Sesungguhnya Fira'un itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang israf (melampaui batas)" (QS. Yunus: 83).
Jika kita melihat ayat ini kita menemukan bahwa Fir’aun disebutkan sebagai orang yang israf¸ sama seperti kata yang digunakan terhadap orang yang tamak dan rakus dalam hal makanan sebagaimana yang terdapat dalam surat al-An’am tadi.
Musrif adalah orang yang melampaui batas, tamak dan rakus serta berlebih-lebihan, bukan hanya dalam hal makanan, tetapi juga dalam hal harta, kedudukan dan jabatan. Dan fir’aun adalah contoh nyata bagi kita semua.
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa jika seseorang lepas dari kendali sifat kemanusiaannya yang suci, maka ia akan berubah menjadi seorang yang memiliki sifat Fir’aun yang malampaui batas, tamak, dan rakus dalam kehidupannya, padahal Fir’aun adalah makhluk yang paling rakus yang pernah ada di dunia dan dijadikan Allah sebagai pelajaran bagi seluruh manusia sehingga masih dapat kita saksikan hingga saat ini di Mesir. Sebagaimana disebutkan Al-Qur’an:
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَ إِنَّ كَثيراً مِنَ النَّاسِ عَنْ آياتِنا لَغافِلُونَ
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (hai Fir’aun) supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”. (QS. Yunus: 91)
Kesederhanaan adalah budaya yang telah diterapkan oleh Rasulullah SAW. Budaya sederhana dan prinsip keadilan adalah diantara hal utama yang membentuk kepribadian dan seorang muslim, kualitas seorang muslim inilah yang telah berhasil mmebentuk kepribadian seorang muslim pada khususnya dan mengangkat derajat kesempurnaan manusia pada umumnya kepada tingkat yang paling tinggi dalam sejarah.
Gaya hidup yang sederhana dan bersahaja adalah gaya hidup Rasulullah SAW sebagai pemimpin kita. Sikap dan prilaku beliau adalah suri tauladan bagi kita umatnya. Beliau selalu menegaskan bahwa kesederhanaan tidak akan merendahkan manusia, namun justru mengangkat martabat manusia. Para pemimpin harus kembali kepada ajaran Nabi, tidak terlena oleh kemegahan duniawi. Tidak pandang bulu apakah pemimpin formal atau non formal.
Kita berharap para pemimpin kita dapat memberikan uswatun hasanah, contoh yang baik pada saat negeri ini dilanda kemiskinan, sudah sepantasnya para pemimpin menunjukan gaya hidup sederhana, sebagai ekspresi keperihatinan, sebagai simbol kebersamaan bersama rakyat yang dipimpinnya.
Adalah tidak etis jika para pemimpin mendemonstrasikan kemewahan di tengah kemiskinan masyarakat dalam menjalani kehidupannya.
Ibnu Khaldun pernah berkata: “Sebenarnya mengatur rakyat itu gampang, tinggal pemimpinnya menunjukkan perilaku yang baik di hadapan rakyat, maka rakyat akan mengikut sendiri apa yang dikehendaki oleh pemimpin.”
Maka saatnya meniru kesederhanaan Nabi. Dikisahkan Nabi Muhammad SAW dan sahabat Abu Bakar beserta pengawalnya sempat kehabisan makanan dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah.
Nabi bersama Sahabat Abu Bakar dan dua orang pengawal singgah di sebuah perkemahan, hendak membeli perbekalan. perkemahan itu dihuni oleh seorang perempun bernama Umi Ma'bad yang ternyata dalam keadaan serba berkekurangan.
Ada seekor hewan perahan tapi sangat kurus. Namun kemudian Nabi mendekati hewan itu, memeras kantong susunya dan dengan izin Allah hewan itu keluar air susunya. Pertama-tama Nabi memberikan gelas berisi susu kepada Abu Bakar, kedua kepada Sahabat yang menuntun onta Nabi, ketika kepada Sahabat yang menuntun onta Abu Bakar, baru kemudian Nabi meminumnya.
Umi Ma'bad keheranan melihat apa yang sedang dilakukan oleh seorang pemimpin besar itu. Dia memberanikan diri bertanya kepada Nabi SAW. '' Kenapa Anda tidak minum terlebih dahulu?'' Nabi menjawab, ''Khodimul umam akhiruhum syurban, (pelayan umat itu minumnya belakangan).'' Nabi mengajarkan bahwa para pemimpin harus mendahulukan kepentingan umat yang dipimpinnya.
Mudah-mudahan kita dapat mengamalkan kesederhanaan dalam keseharian kita, sebagaimana kesederhanaan yang telah dilakukan para Anbiya sebagai pelajaran bagi kita semua, semoga dengan mengamalkan sunnah Nabi ini, kita termasuk menjadi hambanya yang suci ketika bertemu dengannya kelak di akhirat.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar konstruktif dengan bahasa yang sopan dan bijak, terimakasih