25 Oktober 2013

Maju Bersama dan Sama-Sama Maju

kerjasama
Abdurrahman bin Auf adalah salah seorang sahabat Nabi yang terkenal kaya raya di kota Mekah, ia adalah seorang saudagar sejak masa jahiliyah, ketika ia mengenal Islam, mengenal kebenaran dan rasionalisme yang ada dalam Islam, ia pun akhirnya tertarik kepada Islam, ia meninggalkan segala usaha yang secara rasional memang tidak benar dalam perdagangan, meninggalkan cara-cara jahiliyah kemudian beralih kepada usaha perdagangan yang Islami.

Untuk menebus dosa-dosa dan kesalahan yang telah ia lakukan, ia pun bersumpah akan mengorbankan semua hartanya di jalan Islam untuk membantu perjuangan Nabi dalam menyebarkan kebenaran kepada seluruh alam.

Usaha yang paling signifikan yang ia lakukan adalah berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan umat Islam saat itu supaya memudahkan mereka dalam menerima pencerahan Rasulullah saw. Sebagaimana yang diketahui, para pemeluk Islam pertama dan terbanyak saat itu adalah berasal dari golongan faqir miskin.


Berkat pengorbanannya itu ia pun akhirnya terkenal sebagi sahabat yang paling banyak membiayai perjuangan dakwah Nabi selama masa hidupnya. Demikian banyaknya bantuan yang ia diberikan, sampai-sampai ketika ia melakukan hijrah ke Madinah, ia tidak memiliki apapun lagi bahkan untuk membiayai kehidupanya sendiri.

Di Madinah, ia memulai kembali kehidupannya sebagai saudagar, walaupun kehidupannya susah karena baru saja memulai kembali kehidupannya, namun ia tidak melepaskan sifat-sifat mulia yang ia pelajari dari Islam, sifat merasa cukup (qana’ah), sifat keinginan untuk maju bersama, tidak hanya mementingkan diri pribadi, menganggap sesame muslim adalah saudara seperti satu tubuh, dermawan bagi yang memerlukan, adalah sifat-sifat yang ia miliki dan ia amalkan bersama Rasulullah saw.

Saat itu, Abdurrahman bin Auf termasuk salah seorang sahabat yang menjalani program persaudaraan (atau yang dikenal dalam sejarah Islam dengan istilah muakhah) dengan salah seorang keluarga di Madinah, sebuah program pertama yang dilakukan Rasulullah setelah melakukan hijrah untuk menyatukan semua pihak sebagai bangsa baru yang satu dan kuat setelah sebelumnya terpisah-pisah, terpecah sejak ratusan tahun dan terlibat peperangan antar suku yang tiada berkesudahan.

Inilah program kebhinnekaan umat pertama yang tercatat dalam sejarah peradaban manusia, sebuah cikal bakal lahirnya sikap kerukunan, toleransi, kasih sayang dan saling menghormati dan menghargai antar sesama manusia, padahal mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
Abdurrahman bin Auf dari suku Qurays dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’ dari suku Anshar, mereka pun akhirnya menjadi saudara satu sama lain dibawah payung Islam. Sikap persaudaraan itu tergambar dari sikap Sa’ad bin Rabi yang mempersilahkan kepada Abdurrahman bin Auf untuk memakai, menggunakan, dan mengambil apa saja yang ia sukai dari apa yang ia miliki, dan berkata bahwa harta kekayaan yang ia miliki adalah juga miliknya.

Disisi lain, Abdurrahman bin Auf pun bukanlah sosok yang berpangku tangan, ia tidak akan mengambil sesuatu begitu saja tanpa melakukan usaha, melalui modal yang ia miliki ia pun memulai kembali usahanya dengan gigih, jujur dan tekun sehingga dapat membangun kembali kehidupannya sebagaimana kehidupannya di Mekah sebelum ia melakukan hijrah.

Kisah ini memberi kita keteladanan dan contoh, bagaimana sifat-sifat mulia dan kegigihan seorang sahabat dalam menjalani kehidupannya, hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah akibat iman yang ia miliki dan pemahaman tentang Islam yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan dalam menjalani kehidupannya, ia berbaik sangka kepada Allah swt bahwa Allah swt tidak akan menyia-nyiakan Iman yang dibarengi dengan kegigihan dan kerja keras bagi orang-orang yang berusaha di jalanNya.

Iman dan Prilaku gigih serta kerja keras karena Allah swt adalah sebuah dorongan yang kuat yang memberikan semangat kepada manusia untuk terus berusaha sampai ia berhasil namun juga tidak melupakan sikap-sikap rasional yang diajarkan Islam. Inilah spirit yang dibangun dan dimiliki oleh Abdurrahman bin Auf dalam meneladani sifat seperti yang diamanahkan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an:

إِنَّ اللهَ لا يُغَيِّرُ ما بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا ما بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah swt tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan mereka sendiri” (Qs. Ar-Ra’d [13]: 11)

Merubah keadaan suatu kaum, merubah keadaan suatu masyarakat, bangsa dan negara, tidak akan dapat dilakukan kecuali jika tidak dimulai dari merubah diri kita sendiri untuk menjadi lebih baik seperti yang telah dicontohkan oleh sahabat yang mulia Abdurrahman bin Auf.

Betapa banyak kemudahan dan kemewahan yang ia peroleh saat ia adalah salah seorang yang paling kaya di kota Mekah, atau saat Nabi mempersaudarakannya dengan seorang konglomerat yang memiliki harta kekayaan melimpah saat ia hijrah ke Madinah. Namun Abdurrahman bin Auf, memberi contoh keimanan, kegigihan dan kerja keras, serta pengamalan ajaran Islam kepada masyarakat yang baru tercerahkan dengan mengorbankan harta milik pribadinya untuk kemajuan bersama adalah lebih utama untuk dilakukan.

Berkat pengorbanan yang ia lakukan, penyebaran islam menjadi mudah, keterbelakangan masyarakat menjadi teratasi, sehingga saat itu umat dapat maju bersama dan bersama-sama maju untuk membangun peradaban setelah sebelumnya jatuh ke lembah jahiliyah di tengah padang pasir yang hanya dikenal sebagai tempat berkumpulnya orang-orang nomaden dan terbelakang dari sisi budaya yang primitif.

Ketimpangan sosial yang terjadi di berbagai bangsa dunia tidak lain karena keinginan pihak-pihak tertentu untuk menguasai sendiri semua kekayaan alam dan sumber daya manusia, mereka ingin menguasai pihak yang lain serta menjaga pihak itu untuk tetap berada dalam keadaan itu sehingga mereka pun bisa menguasainya. Padahal asas Islam adalah persaudaraan dan persatuan membangun untuk kemajuan bersama sebagaimana yang dicontohkan Nabi melalui program persaudaraan di Madinah.

Bangsa kita adalah bangsa yang sangat kaya dengan berbagai sumber daya alam dan sumber daya manusia, jika kita bekerja keras dan gigih yang dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan serta bersama-sama membangun kemajuan bangsa sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dan sahabatnya, tentu Allah swt tidak akan menyia-nyiakan upaya dan jerih payah itu bagi kemajuan bersama bangsa.

Mudah-mudahan dengan kegigihan pemimpin dan rakyat kita, serta wawasan yang mereka miliki berdasarkan iman, dan sikap-sikap terpuji, menjadi bingkai tindakan dan prilaku mereka untuk bersama-sama, saling bahu membahu dan bekerja sama untuk membangun negeri sehingga dapat merubah keadaan bangsa kita menuju keberhasilan dan kesuksesan serta berperadaban sebagaimana yang kita cita-citakan.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar konstruktif dengan bahasa yang sopan dan bijak, terimakasih