24 April 2009

Antara Bostoni dan Seudati





Dimulai dengan pembacaan shalawat kepada Nabi dan keluarganya secara bersama-sama, selanjutnya rentakan bunyi gendang bertalu-talu yang dipukul secara lihai oleh orang yang disebut Sardam, pembacaan syair merdu puji-pujian terhadap Nabi Muhammad dan Keluarganya pun kemudian memenuhi ruangan setiap sore kamis dan sabtu di sudut ruangan Madrasah bahasa al-Mahdi, salah satu Madrasah tempat persiapan bahasa bagi warga luar negeri yang akan sekolah di Iran.

Pemanasan pun dimulai dengan gerakan mengelilingi ruangan yang dipimpim seorang guru yang disebut Mursyid, melihat gerakan yang mereka lakukan, tiba-tiba saja saya teringat dengan sebuah tarian terkenal yang sekarang sudah jarang ditampilkan di Indonesia khususnya di Acheh, tarian yang cukup terkenal dengan kecepatannya, kerumitannya, keserasiannya, kegesitannya, serta ketangkasan pesertanya yang memukau, siapapun yang pernah melihat tarian Seudati saya kira kata-kata yang pertama muncul dibibirnya ketika melihat gerakan mereka adalah "seperti Seudati ya?", benar dan tidak salah lagi, salah seorang teman yang juga berasal dari Acheh juga mengakui hal ini.

Walau gerakan mereka tampak sederhana, tidak sesulit dan serumit gerakan tarian Seudati yang pernah saya lihat, tetapi saya melihat persamaan gerakan-gerakan inti yang mereka lakukan dengan tarian Seudati, seperti pembentangan tangan kanan dan kiri kesamping dan menghayunkannya ke arah badan, bedanya kalau di Seudati ke perut, gerakan tangan mereka ke belakang perut, keseimbangan kaki kanan dan kiri serta badan, gerakan yang sebelumnya lambat kemudian semakin lama semakin cepat, cepat konsentrasi pada keadaan semula setelah melakukan gerakan rumit, sulit, cepat dan membuat kepala pusing, pemain yang terdiri dari 8 orang atau lebih, serta yang tidak terlewatkan, pakaian seragam yang berwarna putih, pembacaan syair puji-pujian untuk baginda Rasulullah SAW dan keluarganya yang diiringi dengan rentakan gendang yang indah (seudati sepertinya tidak pakai musik gendang), serta ditutup dengan do'a.
Sontak saja saya merasa memahami sesuatu, mudah-mudahan tidak salah, ketika saya coba tanyakan apakah sejak awal gerakan ini memang seperti ini?, " banyak sekali inovasi yang sudah ditambahkan, setiap group bahkan memiliki gerakan sendiri yang berbeda dengan yang lainnya, tapi gerakan asli masih tetap dipertahankan" Kata Pourman Mursyid olahraga ini, mereka menyebut gerakan mereka sebagai olahraga. Saya sampai pada kesimpulan, ini bukan kebetulan, sepertinya inovasi juga yang membuat tarian Seudati di Acheh saat ini mengalami perubahan yang lebih sempurna dan lebih unik, tapi satu yang pasti berasal dari orang-orang Persia, atau bisa juga berasal dari Acheh kali ya?
 
Saya coba menelusuri olahraga ini dalam sejarah, dalam sebuah buku kecil berbahasa Persia yang diberi kata pengantar langsung oleh pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei, saya dapati banyak nama untuk olahraga ini, diantaranya Bostoni, Palestra, Sorkhneh, Varzesye Ali (olahraga Ali), Zurkhanehee yang berarti olah kemampuan diri, tetapi yang paling dikenal adalah Bostoni. Poin penting dalam artikel itu adalah olahraga ini berasal dari orang-orang Persia kuno (diperkirakan zaman pemerintahan Kerajaan Sasanid Persia, kerajaan terakhir sebelum ditaklukkan Islam atau mungkin lebih tua-pen).

Dalam artikel itu juga disebutkan pada abad ke 8 Hijriah olahraga ini mengalami perkembangan pesat hingga ke India, Iraq, dan Asia Tengah melalui pengaruh Dinasti Syafawi pada abad ke 14 Masehi. Jika olahraga ini baru berkembang ke India abad ke 8 Hijriah, sementara di Acheh, kerajaan yang mengalami pengaruh India setelah perkembangan Islam di Nusantara adalah kerajaan Samudera Pasai yang lahir abad ke 5 Hijriah, berarti tarian Seudati lebih tua dari olahraga ini dan tidak mungkin tarian Seudati di Acheh berasal dari pengaruh India, karena di India sendiri olahraga orang-orang persia ini baru berkembang abad ke 8 Hijriah, disamping terdapat jarak 300 tahun yang menunjukkan kemustahilannya. Ini juga menunjukkan kepada kita bahwa tarian Seudati yang ada di Acheh bukan berasal dari pengaruh India masa Kerajaan Samudera Pasai, tetapi langsung berasal dari orang-orang Persia yang mungkin saja mengalami inovasi terus menerus hingga masa Kerajaan Samudera Pasai.

Satu-satunya kerajaan di Acheh yang mengalami pengaruh Persia adalah Kerajaan Peureulak sebelum deklarasi Kerajaan itu menjadi kerajaan Islam, dan itu terjadi kira-kira pertengahan abad 2 Hijriyah tepatnya tahun 173 Hijriyah, yaitu ketika kerajaan Peureulak masih diperintah oleh golongan Syah Persia yang berasal dari Syarh Nuwi (sekarang Thailand), karena setelah deklarasi menjadi keraajaan Islam Peureulak (kira-kira tahun 841 M/220 H, Acheh secara lambat laun mengalami pengaruh Arab keturunan Nabi SAW dan pendukungnya yang diburu oleh kerajaan Arab non-Sayid dinasti Umayyah dan Abbasyiah saat itu.

Setelah mengetahui inovasi tarian Seudati ternyata lebih menarik dan terasa lebih sempurna daripada inovasi Bostoni yang sekarang sedang digiatkan di Iran, mari kita lihat seberapa besar penghargaan kita terhadap seni budaya kuno yang tersisa di Acheh ini. Seperti yang dikatakan Mursyid Pourman "Sekarang Bostoni sudah diperlombakan setiap tahun oleh pemerintah, dan setiap sekolah-sekolah di Iran mengikutinya dengan atusias" kata Pourman, dan ini memang terbukti tingkat sekolah untuk warga luar negeri saja seperti Madrasah Bahasa al-Mahdi harus memiliki paling tidak satu group Bostoni yang selalu mengadakan latihan secara berkala, bagaimana dengan sekolah-sekolah di Acheh? Apakah tarian Seudati di Acheh warisan nenek moyang masih dimonopoli oleh orang-orang tua yang walau kegesitannya tidak menurun karena usia, tetapi sudah tidak menarik lagi untuk ditonton masyarakat umum.
beberapa foto bostoni






sekarang bandingkan dengan tarian Seudati di Acheh ini:




wallahu'alamu

2 komentar:

  1. Postingnya mantabs bur, Go Blogger Agara
    Kalo mudik bawa oleh-oleh yg banyak biar staff di kantor babe kebagian semua...hm....
    http://marinabung.blogspot.com

    BalasHapus
  2. hehehe... siapa ni?.. biar ga salah beli oleh-olehnya,

    BalasHapus

silahkan komentar konstruktif dengan bahasa yang sopan dan bijak, terimakasih