19 Maret 2008

Revitalisasi Tauhid di Aceh



Menyimak perkembangan penerapan syariat islam di Aceh saat ini masih belum menuju perkembangan yang memuaskan, perdebatan publik masih berkisar pada hukum-hukum syari'at , padahal hukum dalam Islam adalah lambang ketaatan kepada sesuatu yang telah dipercayai, bagaimana jika hukum itu tidak dipercayai sepenuhnya? tentu nilai ketaatan kepada hukum akan juga berpengaruh negatif.

Lantas kenapa saat ini penerapan Syari'at Islam masih susah diterapkan di Aceh? padahal Aceh bisa dibilang sebagai salah satu 'sarang' pendidikan berbasis agama, terbukti banyaknya pesantren dan dayah di Aceh, hemat penulis banyak faktor yang tidak mendukung untuk diterapkannya hal ini, salah satunya adalah masalah kemampuan ulama di aceh, dan keterbatasan ilmu yang dipelajari dilingkungan pesantren dan dayah di Aceh, serta faktor ekonomi.

Islam adalah lambang ketaatan kepada sesuatu, bukan paksaan yang malah akan membuat hukum itu akan ditakuti, apalagi jika hukum yang ditakuti itu adalah hukum tuhan, sehingga terhadap penerapan syari'at islam di aceh masih banyak pertanyaan yang belum terjawab sepenuhnya tentang siapa yang menjalankan hukum itu? siapa yang akan menjaganya? dan siapa hakimnya?.

Masyarakat aceh melihat kultur sejarah bukanlah masyarakat yang mempercayai sesuatu dengan mudah, ketaatan masyarakat aceh baru benar-benar terlihat setelah menguji sesuatu dengan teliti dan seksama, seperti misalnya kepercayaan kepada Raja pada masa kerajaan aceh dahulu, tidak lahir karena adanya intimidasi kepada masyarakat yang membuat takut masyarakat, tetapi justru lahir dari adanya i'tikad yang baik dari Raja bekerja untuk kebaikan masyarakatnya.

Ini sangat terbukti saat adanya pihak yang bernaung dibawah kerajaan membelot dan berkhianat atas kepercayaan yang masyrakat berikan, mereka langsung membentuk barisan untuk menghadang perilaku yang berwenang tersebut, bahkan demi itu ribuan nyawa melayang, ini seperti perang cumbok yang terjadi antara pihak kerajaan dan pihak ulama dan pendukungnya.

Lain lagi dengan kisah panglima tibang yang mengkhianati kepentingan kerajaan dan masyarakat dengan kepentingan pribadinya, panglima tibang yang terkenal gagah berani telah menjadi simbol kehinaan dalam setiap bait-bait syair aceh dan keberaniannya dalam perang juga hilang tanpa bekas kebaikan sedikitpun.

Berbeda dengan kepercayaan masyarakat aceh yang dahulu percaya kepada kearifan ulamanya, masyarakat aceh ini seperti kehilangan kepemimpinan ulama yang kharismatik yang benar-benar dipercayai dengan sepenuh hati, terlihat dari pelaksanaan syariat islam yang masih membingungkan.

Masyarakat sebenarnya masih bertanya-tanya yang mana sebenarnya yang disebut dengan syari'at Islam itu? penjelasan dari berbagai ulama ditambah beragai keraguan yang berhasil ditanamkan kaum liberalis, benar-benar menempatkan masyarakat pada posisi keraguan, sehingga dalam menjalankannya juga tidak sepenuh hati.

Berangkat dari sini, apa sebenarnya masalah yang sedang menjalar pada masyarakat aceh secara umum?....sebenarnya lambannya perjalanan Syari'at Islam di aceh itu sendiri berakar dari keroposnya pondasi syari'at islam untuk ditegakkan di Aceh.

Minimnya ulama, dan kurangnya iman serta amal berawal dari pondasi penerapan syari'at yang berpegang dan bertumpu pada tradisi dan adat, bukan dari kebenaran agama itu sendiri, sehingga keyakinan masyarakat pada agama tidak lebih karena para pendahulunya adalah muslim, dan islam telah dijalankan di aceh sejak beberapa tahun setelah adanya kerajaan di aceh, aceh merupakan serambi mekah tempat islam pertamakali masuk, dan sejarah lainnya yang jika masyarakat aceh tidak memeluk agama islam maka dia akan merasa malu, terhina, dan dapat saja menjadi marah...

Kebiasaan-kebiasaan yang dijalankan masyarakat tersebut lambat laun menjadi tradisi dan budaya, sehingga nilai sebenarnya dari ajaran tersebut hilang dengan sendirinya setelah keberhasilan snouk hourgranje memecah aceh dengan membagi perbedaan antara agama dan adat, serta suku yang mendiaminya dan berhasil...

Padahal tradisi masyarakat aceh bersumber dari pemahaman terdalam masyarakat aceh terhadap budayanya. dan banyak contoh yang membuktikan hal ini, seperti karena menjaga waktu shalat masyarakat suka membawa sarung kemana-mana, menebarkan salam, peusijuek, dan kenduri simbol silahturrahmi. seudati dan tarian saman lambang persatuan dan keberanian, tangis jilo lambang penyesalan, dan masih banyak lagi yang dapat dikaji dalam sejarah dan budaya aceh.

Walau hal ini merupakan hal yang wajar karena beberapa faktor seperti banyak dan lamanya perang yang terjadi di Aceh memuat sempitnya waktu konsolidasi ulama dan regenerasi ulama untuk periode berikutnya di Aceh, kelemahan ini ditambah dengan wafatnya ulama-ulama kharismatik di aceh yang benar-benar diakui dan dipercayai, sebut saja seperti Tengku Abu Daud Beureueh, kehilangan beliau merupakan kehilangan sejarah bagi Aceh.

Melalui tradisi-tradisi ini, masyarakat ingin tradisi ini ditemukan kembali kebenarannya dengan merevitalisasi tradisi tersebut alam kehidupan keagamaan masyarakat, bukan dengan publikasi hukum islam yang berlebihan yang malah akan memancing pihak ketiga mengambil kesempatan untuk menanamkan citra buruk hukum Islam sebelum masyarakat sendiri memahaminya.

Kita bisa contoh bagaimana kemajuan iman dan ilmu yang terjadi di negara Iran, pelaksanaan syari'at islam yang berhasil dijalankan merupakan buah pikiran para ulama dan perjuangan mereka jauh beberapa puluh tahun sebelumnya. demi tujuan penegakan syari'at islam yang kaffah, para ulama benar-benar melakukan perubahan dimulai dari masyarakat yang tingkat pendidikannya paling rendah, hal ini merupakan karena kesadaran penuh para ulama bahwa yang dapat melakukan perubahan adalah masyarakat yang paling tidak membutuhkan kepada kehidupan duniawi.

Selama rentan sebelum era 70an, persentae anggaran untuk penddikan di Iran lebih tinggi daripada angaran untuk keperluan lain seperti pembangunan, dan tentu pendidikan agama lebih diutamakan, bahkan di kota Qom sendiri yang lulusannya mengisi setiap ruang di Iran, kotanya tampak biasa saja tanpa pembangunan yang luar biasa bereda dengan kota lain di iran yang pembangunannya lebih dahsyat.

Inilah yang hendaknya dapat dilakukan pemerintah di Aceh dengan otonomi khusus yang telah diberikan, perhatian kepada pendidikan agama harus diutamakan jika penegakan syariat Islam yang merupakan tuntutan sejak lama benar-benar ingin dilaksanakan secara kaffah di Aceh yang karena hal ini rakyat aceh telah mengorbankan ribuan nyawa, kita tentu tidak ingin mengkhianati darah-darah mereka, dan masyarakat dituntut untuk benar-benar jeli melihat pemerintah setelah memberikan kepercayaan penuh kepada pemerintah untuk mengelola syari'at islam kita, hal ini sangat penting untuk melihat seperti apa sejatinya keinginan penegakan syari'at islam di aceh, apakah alasan syari'at islam hanya sebagai jalan untuk memperoleh simpati masyarakat untuk melanggengkan kepentingan pribadi dan golongannya.

Ini harganya akan dapat dilakukan dengan menganggakat kemabli sejarah masa keemasan islam di aceh yang tidak terjadi dengan sendirinya yang jika diteliti lebih jauh merupakan pergulatan dan perhelatan yang panjang ilmu pengetahuan di aceh, sebelum mencapai kejayaannya pada masa sultan iskandar muda
apakah pemerintah hanya akan membuai keindahan masyarakat dengan keindahan semu, yang hanya mengunjungi pesantren dan madarash serta dayah, rumah ustaz dan tengku, serta membari bantuan berton-ton beras dan kain sarung saat-saat akan pemilihannya, ataukah pemerintah benar-benar akan menjalankan syariat dengan sebenarnya.

Hanya mengumbar janji bantuan pendidikan dengan memberi bantuan 10 ton beras, 10 ton kain sarung, pembuatan kelender yang berisikan foto-foto para pembesar pesantren dan galeri kunjungan pembesar pemerintahan dan pejabat dengan pembuatan gedung sekolah?? bagaimana dengan mental?

Ataukah penerintah benar-benar akan memperhatian dengan baik, pendidikan khususnya pendidikan agama di Aceh jika ingin kedepan syariat islam di Aceh ditegakkan secara kaffah, dengan mengirim anak-anak aceh ke negara yang dinilai telah mampu mensinergikan antara ilmu iman dan amal dengan mantap dengan memuka jaringan pendidikan bagi anak aceh dengan skala international

Jika masyarakat saat ini menilai pemerintah tidak mampu dan tidak becus menjalankan amanat kita dengan baik bahkan dengan biaya yang begitu besar dan bantuan luar negeri yang melimpah ruah, pembangunan di aceh masih sebatas wacana.

Maka saya kira kedepan masyarakat aceh harus lebih dewasa dalam memilih dengan pertimbangan tetap pada prinsip agama, keadilan dan budaya.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar konstruktif dengan bahasa yang sopan dan bijak, terimakasih