11 Maret 2008

Adakah Maaf bagi Soeharto??

Ustaz Musa Kazhim (salah seorang pengajar di ICAS dan merupakan alumni Qom Iran) menulis di Adilnews.com tentang maaf bagi Soeharto dengan sangat menarik, beliau memulai dengan menceritakan dua orang yang berdebat di sebuah chat room pada hari Soeharto meninggal dunia. Intinya soal perlu tidaknya bekas presiden itu diberi maaf, dalam tulisan itu beliau menyebut identitas mereka dalam warna. namun tulisan itu serasa terputus dengan beberapa logika yang saya rasa perlu ditambahkan.

Perdebatan dimulai ketika kuning berkata “Sebagai bangsa, saya kira kita memang harus memaafkan Pak Harto, karena jasanya sangat besar bagi kemajuan bangsa ini.” dari sudut komputer lain Merah segera menimpali. “Hmm, apa tidak sebaiknya kita memberinya tanda jasa?”, “Itu sudah pasti,” kata Kuning tak kalah cepat. “Tapi kita harus memaafkannya dulu.” sambung kuning lagi.

“Tapi dia mau kita maafkan untuk kesalahan apa?” Kuning berkata lagi “Ya... untuk semua kesalahannya selama memimpin negara.” Merah yang bingung pun bertanya "Sebutkan dulu dong kesalahannya!, biar kita tahu bagaimana cara memaafkannya”, Kuning yang pura-pura tidak tahu mengelak “Ya … semua kesalahannya selama memimpin negara-lah pokoknya!”

“Kalau begitu semua orang juga bisa!.... karena permintaan maaf atas tindakan tertentu berarti ada kesiapan dan tanggung jawab dari peminta maaf atas segenap risiko kesalahannya. Dia siap menanggung hukuman dari korban kesalahannya." jawab Merah yang tidak puas

"Kalau begini sih semua orang tidak ada yang berani minta maaf" jawab kuning

“kenapa tidak?! kalau tidak berani berarti ga da maaf dong atas kesalahannya dan tidak perlu dimaafkan kalau memang dia tidak bersalah, tetapi jika dia bersalah tentu mendapat tanda jasa pahlawan juga tidak berhak, dan keengganannya untuk minta maaf adalah karena masih merasa ingin menjaga gengsi dan egonya, dan dia sendiri ga ikhlas minta maaf" jawab merah tegas

"kenapa harus begitu?" tanya Kuning, "Ya Iyalah... karena rincian kesalahan itu memudahkan korban untuk memilih caranya sendiri dalam memaafkan pelaku, nah kalau kita ga tahu kesalahannya untuk apa maaf baginya" ujar merah

Kuning lama tak memberi jawaban, merah pun menambahkan "Misalnya, korban fitnah bisa meminta pelaku untuk merehabilitasi nama baiknya di mata masayarakat dan mengakui kesalahannya yang telah mengalamatkan fitnah kepadanya, ini baru adil namanya, masa kita kasi maaf sedangkan nama kita masih jelek?"

“Wah rumit juga untuk memaafkan!” jawab kuning “memang rumit, karena kesalahan pasti melahirkan kerumitan., makanya kita harus senantiasa berhati-hati untuk tidak melakukan kesalahan sekecil apapun, karena minta maaf itu berat.”

“Tapi, bukankah semua orang bersalah?” Kuning mencoba membela, “Bah!.. Tidak dong! masa' yang salah sama yang benar mau disamakan tempatnya? enggak dong... yang benar tentu bisa marah kan?... kalau begitu untuk apa ada hukum, untuk apa ada maaf, bahkan untuk apa ada 'salah' dan 'benar' dalam kamus kita” jawab merah


“Tapi kan hanya Tuhan yang Sempurna? kita semua serba kekurangan" jawab kuning “Memang hanya Tuhan yang Maha Sempurna, dan semua makhluk memiliki kekurangan, tapi ada dua jenis kekurangan. Kekurangan kodrati yang tidak bisa dihindari (seperti mati) dan kekurangan yang bisa bahkan harus dihindari, karena bila tidak dihindari, kekurangan jenis kedua ini menjadi kesalahan (dalam bahasa masyarakat), pelanggaran (dalam bahasa hukum) dan dosa (dalam bahasa agama)” jawab merah

“bukankah dengan meminta maaf, seseorang sudah berniat memperbaiki kesalahan?” bantah kuning, “Ya iyalah… tapi cara meminta maaf itu kan harus mendukung upaya perbaikan. Dia harus siap menanggung semua beban kesalahan dan bersedia memperbaikinya semampu mungkin. Istilahnya, dia harus siap memikul beban hukum dari segenap kelakuannya

“Mengapa tidak kita relakan saja semua kesalahan itu? Bukankah Pak Harto juga punya banyak jasa?!” “memang jasa seseorang tak mungin dilupakan, begitu juga kesalahannya tidak bisa diabaikan, tapi merelakan kesalahan bukanlah kebaikan, dan malah bertentangan dengan tujuan pemberian maaf yaitu memperbaiki dan mencegah berulangnya kesalahan.” jawab merah

“Kalau begitu, mengapa kita tidak melupakan saja semua kesalahannya? Ini kan lebih mudah daripada kita mundur ke belakang menggerumiti masalah demi masalah?” kata kuning

“Lupa bukanlah sifat yang mulia kawan,... kita harus sadar bahwa pemberi maaf itu berada dalam posisi kuat dan punya hak, misalnya ketika kita berbuat dosa kepada Allah, kita diminta untuk minta ampunanNya dan mentaati perintahNya atas konsekuensi dosa yang kita lakukan serta mengerjakan kebaikan.


"Walau misal diatas dalam tanda petik, pemberi maaf jelas berhak menetapkan syarat dan langkah untuk mengganti kerugiannya dan peminta maaf wajib mengikuti langkah-langkah yang ditetapkannya” timpal merah

“Tapi Pak Harto kan sudah meninggal?” jawab kuning

“Justru disini letak bahayanya, oleh karena itu jika keluarganya tetap menginkan kebaikan pada pak Harto, mereka harus mengambil alih tugas ini kalau memang perbaikan itu ingin dilaksanakan, bukankah amanah almarhum yang belum terlaksana bisa dilakukan oleh keluarga yang ditinggalkan?! Bukankah hutang-piutang juga menjadi tanggungan ahli waris?" jawab merah.

“Tapi kita kan ga boleh membongkar keburukan orang yang sudah meninggal?” ujar kuning "Membongkar keburukan yang bersifat personal memang dilarang, tapi jika berkaitan dengan kerugian orang lain justru diwajibkan, seperti saat kita berhadapan dengan dokter, bukankah kita harus membongkar semua penyakit dan disfungsi yang kita derita tanpa berusaha menutup-nutupinya?! karena semakin terbuka kita dalam memberikan keterangan, semakin tepat diagnosis si dokter, dan obat yang diberikan tidak salah” tukas merah

"Semua orang-orang buruk yang disebutkan al-Quran seperti Fir'aun, Haman, Qarun, bani Israil, dan umat-umat pembangkang para nabi lainnya telah mati. tetapi penyebutan itu justru menjadi peringatan bagi kita yang masih hidup, bahkan disebutkan berulang-ulang dalam ayat yang lain supaya kita benar-benar tidak lupa” tambah merah

“Bagaimana kalau ternyata kita salah, bahwa pak Harto tidak bersalah bukankah kita sama dengan menjelek-jelekkan orang baik setelah matinya? kenyataan ini bukankah sama seperti yang Bani Umayyah lakukan terhadap Imam Ali bin Abi Thalib dan keluarga keturunan Rasul lainnya?

“Benar seperti itu, tapi sejarah menunjukkan bahwa konspirasi menjelek-jelekkan orang baik yang telah mati tidak mungkin bertahan lama, sekalipun dilakukan dengan cara paling hebat, Ali bin Abi Thalib pernah dikutuk di mimbar-mimbar kaum Muslimin selama hampir 80 tahun akibat manipulasi Dinasti Bani Umayah. Tapi sekarang, tak ada lagi orang yang berani terang-terangan mencaci apalagi mengutuk Ali. Waktu pasti bakal membuka segenap rahasia manusia.” jawab merah.

"ini berarti kita tidak berhak memvonis kesalahan sepihak dong sebelum jelas duduk kesalahan Pak harto" jawab kuning "memang benar jika demikian, Namun bagaimana dengan fakta yang terjadi saat ini, apakah fakta-fakta tersebut mendukung kesalahan-kesalahan pak harto ataukah justru menolaknya?" tanya Kuning
"Saya tidak tahu, oleh karena itu saya minta rincian kepada anda untuk menjelaskan kesalahan itu, sehingga bisa dimaafkan" jawab merah "saya tidak tahu rincinya" jawab kuning "kalau begitu kenapa anda harus susah-susah memintakan maaf untuk pak Harto" jawab merah.

"kalau begitu pemerintah sekarang bertanggungjawab atas kejelasan masalah ini, keengganan pemerintah menuntaskan masalah ini adalah kesalahan besar, karena jika Pak Harto tidak bersalah berarti sebuah kezaliman kepadanya, karena tanda jasa pahlawan yang seharusnya cepat disematkan jadi terhambat dilakukan karena namanya tercemar dengan ribuan masalah atau tepatnya tuduhan yang membendungnya" ujar kuning bijak


"Benar sekali, demikian pula sebaliknya jika pemerintah telah menyematkan tanda jasa pahlawan terburu-buru tanpa menyelesaikan masalah ini terlebih dahulu berarti pemerintah kita adalah zalim kepada korban kesalahan Pak Harto, dan pengkhianatan terhadap mereka berarti sebenarnya pemerintah kita sedang melakukan pengkhianatan jika kasus ini tidak segera diselesaikan" tambah merah

hening..... kuning tidak mengiyakan...setelah melihat foto diatas ini, dia takut apakah akan menjadi korban tak terduga

"kamu ga usah takut ning! beliau dari partai demokrat yang moderat dan.......tit...tit.....diskusi terputus karena mati lampu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar konstruktif dengan bahasa yang sopan dan bijak, terimakasih